*Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”

 

Yesus berbicara tentang “AGAPE”, kasih yang mengupayakan kebaikan sejati bagi orang yang dikasihi. Kasih seperti ini menuntut komitmen dan kepercayaan total. Kasih seperti inilah yang Allah tunjukkan kepada kita, kasih yang seharusnya menjadi model kasih yang kita miliki bagi orang lain. 

Kasih ini pastinya lebih dari sekadar perasaan hangat terhadap orang lain; kasih ini sejatinya menjadi pemberian diri kita yang penuh belas kasih untuk memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani saudara-saudari kita. 

Agápe berarti mengulurkan tangan kepada orang lain dengan sikap peduli demi kesejahteraan mereka tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Kasih ini adalah tindakan yang kuat, positif, penuh tekad dan pastinya sulit.

Yesus mengulangi perintah untuk saling mengasihi sebanyak tiga kali, pertama-tama menjelaskan apa itu (“perintah baru”), bagaimana kasih itu harus diterapkan (“seperti Aku telah mengasihi kamu”), dan akhirnya menekankan bahwa kasih ini akan menjadi ciri khas para murid-Nya. Ini bukan hanya perintah baru, tetapi Yesus mengajarkan bahwa ini juga merupakan perintah yang terbesar. 

Mengasihi, pada hakikatnya, berarti mengenal Allah, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:7-8). 

Umat ​​Kristen awal mempraktikkan kasih ini secara harfiah. Tertullian melaporkan bahwa orang-orang kafir sangat menghargai jemaat Kristen karena melakukan kasih agape seperti ini. Mereka mengamati, “Lihatlah, bagaimana orang-orang Kristen ini saling mengasihi!” 

Faktanya adalah bahwa kematian dan kebangkitan Yesus tidak hanya menjadi contoh tentang bagaimana mengasihi, tetapi juga sebagai sarana yang benar-benar membebaskan kita dari kasih yang egois melalui kehadiran-Nya yang tinggal di dalam diri kita. Yesus yang tinggal bersatu dengan kita mendorong dan menggerakkan kita untuk mengasihi dengan kasih-Nya.

Mengasihi sesama pada dasarnya bukan hal baru manusia. Menjadi baru dalam kata-kata Yesus karena standar dan ukuran kasih adalah cara Yesus mengasihi para murid-Nya. Siapa pun yang mengasihi dengan kasih Yesus pasti bisa dianggap sebagai murid Yesus walau tidak mengenal atau tidak mengakui Yesus sebagai Guru atau Mesias.

Dengan mengasihi sampai mengorbankan diri di salib Yesus akhirnya dimuliakan. Dengan itu juga Allah Bapa dimuliakan karena ketaatan Yesus Sang Putera.

*****

Santa Teresa dari India menggubah kata-kata Yesus ini dengan bahasa yang lebih konkrit:

“Kita harus bertumbuh dalam kasih. Dan untuk melakukan hal ini kita harus terus mengasihi dan mengasihi, memberi dan memberi, sampai hal itu terasa menyakitkan, dengan cara Yesus. Lakukanlah hal biasa dengan kasih yang luar biasa: hal-hal kecil, seperti merawat orang-orang sakit dan para tunawisma, mereka yang kesepian dan tak diinginkan, memandikan dan membersihkan mereka”.

 

*SETETES EMBUN*

*by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Redemptoris Davao, Filipina.*

*MENGASIHI DAN DIMULIAKAN*

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”

Yesus berbicara tentang “AGAPE”, kasih yang mengupayakan kebaikan sejati bagi orang yang dikasihi. Kasih seperti ini menuntut komitmen dan kepercayaan total. Kasih seperti inilah yang Allah tunjukkan kepada kita, kasih yang seharusnya menjadi model kasih yang kita miliki bagi orang lain.

Kasih ini pastinya lebih dari sekadar perasaan hangat terhadap orang lain; kasih ini sejatinya menjadi pemberian diri kita yang penuh belas kasih untuk memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani saudara-saudari kita.

Agápe berarti mengulurkan tangan kepada orang lain dengan sikap peduli demi kesejahteraan mereka tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Kasih ini adalah tindakan yang kuat, positif, penuh tekad dan pastinya sulit.

Yesus mengulangi perintah untuk saling mengasihi sebanyak tiga kali, pertama-tama menjelaskan apa itu (“perintah baru”), bagaimana kasih itu harus diterapkan (“seperti Aku telah mengasihi kamu”), dan akhirnya menekankan bahwa kasih ini akan menjadi ciri khas para murid-Nya. Ini bukan hanya perintah baru, tetapi Yesus mengajarkan bahwa ini juga merupakan perintah yang terbesar.

Mengasihi, pada hakikatnya, berarti mengenal Allah, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yoh 4:7-8).

Umat ​​Kristen awal mempraktikkan kasih ini secara harfiah. Tertullian melaporkan bahwa orang-orang kafir sangat menghargai jemaat Kristen karena melakukan kasih agape seperti ini. Mereka mengamati, “Lihatlah, bagaimana orang-orang Kristen ini saling mengasihi!”

Faktanya adalah bahwa kematian dan kebangkitan Yesus tidak hanya menjadi contoh tentang bagaimana mengasihi, tetapi juga sebagai sarana yang benar-benar membebaskan kita dari kasih yang egois melalui kehadiran-Nya yang tinggal di dalam diri kita. Yesus yang tinggal bersatu dengan kita mendorong dan menggerakkan kita untuk mengasihi dengan kasih-Nya.

Mengasihi sesama pada dasarnya bukan hal baru manusia. Menjadi baru dalam kata-kata Yesus karena standar dan ukuran kasih adalah cara Yesus mengasihi para murid-Nya. Siapa pun yang mengasihi dengan kasih Yesus pasti bisa dianggap sebagai murid Yesus walau tidak mengenal atau tidak mengakui Yesus sebagai Guru atau Mesias.

Dengan mengasihi sampai mengorbankan diri di salib Yesus akhirnya dimuliakan. Dengan itu juga Allah Bapa dimuliakan karena ketaatan Yesus Sang Putera.

*****
Santa Teresa dari India menggubah kata-kata Yesus ini dengan bahasa yang lebih konkrit:
“Kita harus bertumbuh dalam kasih. Dan untuk melakukan hal ini kita harus terus mengasihi dan mengasihi, memberi dan memberi, sampai hal itu terasa menyakitkan, dengan cara Yesus. Lakukanlah hal biasa dengan kasih yang luar biasa: hal-hal kecil, seperti merawat orang-orang sakit dan para tunawisma, mereka yang kesepian dan tak diinginkan, memandikan dan membersihkan mereka”.

*SETETES EMBUN*
*by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Redemptoris Davao, Filipina.*