Jakarta  Media Gendang Sumba.Com- Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, bersuara keras terkait kasus penghapusan artikel opini di media detik.com baru-baru ini. Wartawan senior itu juga menyayangkan sikap memble Dewan Pers yang tidak berdaya membela penulis artikel tersebut.

“Ini sebuah kesalahan besar yang dilakukan Dewan Pers, jika hanya menghimbau dan berharap para pembegal kebebasan berpikir dan bersuara mengindahkan himbauannya. Menilik sikap dan tindakan Dewan Pers yang terkesan lemah syahwat dalam menjaga kemerdekaan pers tersebut, menurut hemat saya, Dewan Pers sebaiknya membubarkan diri saja,” ujar Wilson Lalengke, Sabtu, 24 Mei 2025.

Freedom is not free, it must be fought for earnestly, without hesitation and with maximum sacrifice. Kemerdekaan tidak gratis, ia harus diperjuangkan sungguh-sungguh, tidak ragu-ragu dan dengan pengorbanan maksimal. “Karakter pejuang yang berani menghadapi tantangan dan ancaman, tangguh, dan siap berkorban demi kemerdekaan berpikir dan bersuara bagi rakyat, ini yang amat dibutuhkan bagi sebuah negara demokrasi,” tambah alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Sangat jelas tertulis bahwa penghapusan berita dan artikel berisi pemikiran kritis di media massa adalah pelanggaran pidana sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Semestinya, menurut Wilson Lalengke, Dewan Pers melindungi penulis dengan mengawal yang bersangkutan membuat laporan polisi atas adanya ancaman terhadap penulis tersebut.

“Jika perlu, dewan itu melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengusut para teroris pers yang coba-coba mengganggu kemerdekaan pers. Lembaga itu jangan bersembunyi di balik jargon prihatin dan sekadar menghimbau para penyerang terhadap kebebasan berpikir dan bersuara,” tegas tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela jurnalis dan para pewarta warga di berbagai daerah itu.

Inilah kondisi Dewan Pers yang mandul karena tidak mengerti dunia jurnalisme dan tantangannya. Mereka juga tidak paham peraturan perundangan di bidang Pers. Padahal, sebagaimana diamanatkan Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers seharusnya menjadi garda terdepan memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan pers, yang salah satunya adalah dengan menunjukkan pembelaan wartawan, penulis, content creator dan para pemikir kritis di media massa.

Peristiwa penghapusan tulisan opini di media detik.com adalah kejahatan serius yang harus dipersoalkan dan digugat. Jika tidak, hal itu akan jadi contoh buruk bagi pengembangan dunia jurnalisme dan upaya literasi masyarakat ke masa depan.

Dari kejadian penghapusan artikel berjudul ‘Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?’ itu menunjukkan bahwa betapa rapuhnya benteng kebebasan pers di Indonesia, dan hal tersebut berimplikasi langsung pada peringkat indeks demokrasi di negeri ini. Dari tragedi tersebut juga, kita sadar bahwa media sehebat detik.com pun ternyata tidak sanggup membela penulis dan kontibutornya dalam menghadapi terorisme media massa.

Harapan rakyat saat ini hanya kepada media dan publikasi. No viral, no media, no justice. Jika kondisi kemerdekaan bersuara melalui media sudah diberangus dan tidak ada pihak yang berani melawan, maka justice (keadilan) semakin sulit diwujudkan.

“Demikian juga, sebentar lagi bangsa ini akan dipenuhi kegelapan informasi dan nihil pengetahuan, yang selajutnya berakibat kepada kebodohan akut rakyatnya,” jelas Wilson Lalengke menutup pernyataannya. (APL/Red)